Seperti biasa, setiap akhir bulan, Ayu merasa
senang menerima gaji. Dia merasa jerih
payahnya dalam bekerja ada hasilnya. Sudah
terbayang apa yang akan dilakukannya dengan
gajinya tersebut. Beli beras, bayar listrik,
bayar telepon, belanja sehari-hari, dan lain-
lain. Tapi setelah uang gajinya dipisah-
pisahkan dalam beberapa amplop untuk setiap
kebutuhan, sisanya tidak banyak lagi. Kalau
melihat sisa gajinya, perasaan senangnya
berkurang.

Uang itu tidak cukup untuk membeli sepatu
baru. Sepatunya memang sudah harus diganti.
Sudah tidak layak pakai. Kemana pun dia
pergi, Ayu selalu membawa lem untuk
merekatkan sol sepatunya kalau-kalau lepas.
Sudah dua kali dia mengalami lepas hak sepatu
ketika sedang berjalan menuju kantornya.
Kejadian pertama membuatnya pusing. Untung
tak jauh dari tempat kejadian Ayu menemukan
penjual lem. Sejak saat itu, dia selalu
membawa lem dalam tasnya.

Padahal, kalau dihitung, sudah tiga tahun Ayu
bekerja. Tapi hasilnya belum terasa. Gajinya
habis melulu. Setiap akhir bulan, dia
berharap-harap cemas agar uang gaji diberikan
tepat waktu. Terlambat sehari saja, bisa
runyam deh. Dia pernah hanya makan tahu
goreng untuk makan siang di kantor karena
gaji baru dibagikan keesokan harinya,
sedangkan uangnya pas-pasan untuk biaya
pulang.

Kemarin ada kejadian yang mengubah hidupnya.
Reni teman sekantornya sedang dilanda
musibah. Suaminya menderita penyakit usus
buntu dan harus dioperasi. Pulang dari dokter
sudah hari Sabtu malam. Segera Reni membawa
suaminya ke rumah sakit. Reni tidak punya
kartu kredit. Kartu ATM-nya juga baru saja
hilang. Reni bingung karena keesokan harinya
hari Minggu sedangkan besok dia harus
membayar uang muka untuk rumah sakit. Senin
dia baru akan pinjam uang ke kantor.

Di rumah, Reni mengeluh karena dia tidak tahu
bagaimana mendapat uang muka untuk rumah
sakit. Pembantunya mendengar hal itu dan
bertanya berapa yang dibutuhkan Reni. Reni
mengatakan perlu dua juta rupiah. Tanpa
disangka, pembantunya mengatakan, "Ibu pakai
uang saya aja". Reni terkejut. "Kamu punya
uang dua juta?", tanya Reni. "Ada Bu. Saya
ambilkan sebentar", dan pembantunya mengambil
dari dompetnya sejumlah dua juta lalu
memberikannya kepada Reni. Reni sampai
menangis karena terharu. Uang itu adalah uang
tabungan pembantunya.

Di kantor, Reni menceritakan kejadian itu
pada Ayu. Ayu juga heran. Pembantu Reni punya
tabungan sebesar lebih dari dua juta rupiah?
Ayu malu, kalau dibandingkan dengan dirinya
sendiri, sungguh jauh bedanya. Berapa gaji
seorang pembantu rumah tangga? Gaji Ayu pasti
lebih besar. Tapi berapa jumlah uang tabungan
Ayu? Paling-paling dua ratus ribu. Itupun
akan dipakainya sebagian untuk beli sepatu.
Tapi, pembantu Reni bisa menabung dua juta
rupiah? Benar-benar ajaib.

Ayu penasaran. Dia bertanya kepada Reni
bagaimana cara pembantunya menabung sehingga
berhasil memiliki tabungan sebanyak itu. Reni
juga penasaran, ingin tahu bagaimana caranya.
Reni pun bertanya kepada pembantunya mengenai
kiat menabung.

Ternyata, cara pembantu Reni menabung sangat
sederhana. Berapapun gaji yang diperolehnya,
sepuluh persen selalu ditabung. Dia punya
dompet khusus untuk menabung. Sekali uang
sudah masuk ke dompet itu, maka pembantu Reni
menganggap uang itu sudah hilang. Jadi
betapapun dia tidak punya uang, sekalipun
gajinya sudah habis, dia tidak pernah
mengambil uang tabungannya. Karena baginya,
uang itu sudah tidak ada. Sudah bukan
miliknya lagi.

Reni bertanya, bagaimana kalau sisanya memang
tidak cukup untuk segala keperluannya. Dengan
sederhana, pembantunya menjawab, "Cukup atau
tidak, pokoknya sepuluh persen saya tabung.
Saya anggap hilang." "Kamu tidak tergoda
untuk memakai uang itu?", tanya Reni. "Kadang-
kadang memang ingin pakai, tapi saya anggap
bukan uang saya lagi kok."

Ayu tergerak hatinya. Kejadian itu
menimbulkan inspirasi baru. Ayu juga ingin
meniru cara menabung sederhana yang
diterapkan pembantu Reni. Dua bulan lalu Ayu
menyisihkan sepuluh persen dari gajinya untuk
ditabung. kemudian dia akan melupakannya. Dia
akan menganggapnya hilang. Tapi ternyata di
akhir bulan, uangnya habis. Untuk naik bis ke
kantor saja tidak ada lagi. Akhirnya terpaksa
uang tabungannya diambil lagi.

Ternyata sulit ya menabung. Ayu mencoba lagi,
bulan lalu dia kembali menyisihkan bukan
sepuluh persen, tapi lima persen saja.

Selain itu dia merubah gaya hidupnya.
Biasanya setiap pagi Ayu sarapan di dekat
kantornya. Tapi sejak bulan lalu, dia makan
di rumah atau membawa makanan dari rumah. Ayu
sempatkan membuat nasi goreng. Kadang
dibawanya ke kantor. Malah ada beberapa
temannya yang ingin pesan nasi goreng
buatannya. Ayu tidak keberatan, lumayan untuk
tambah biaya transport.

Ternyata berhasil. Uang tabungannya tidak
terganggu. Ayu berniat terus menabung lima
persen dari gajinya tiap bulan. Yang penting
niat. You can if you think you can!

Sumber:
Strategi Menabung oleh Lisa Nuryanti,
Director Expands Consulting & Training
Specialist